Menakar Maslahah Mecca Mean Time (MMT)
Update Senin, 27 Mei 2013 05:10
Ditulis oleh Administrator
Selasa, 14 Mei 2013 03:31
Dr. H. Ahmad Izzuddin, M.Ag (Kasubdit Binsyar dan Hisab Rukyah Kemenag RI
Ketua Umum Asosiasi Dosen Ilmu Falak Indonesia)
Ketua Umum Asosiasi Dosen Ilmu Falak Indonesia)
Sabtu,
11 Mei 2013 Majelis Ulama Indonesia Pusat mengadakan Halaqah Nasional
Mecca Mean Time (MMT) sebagai Acuan Waktu Internasional. Sebagai
Narasumber Dr. Syeh Mas’ud wakil dari Duta Besar Arab Saudi, Tengku KH.
Zulkarnaen, MA (dari MUI Pusat), Prof. Dr. Thomas Djamaluddin dari
LAPAM, dan saya sendiri. Sebagai keynote speaker Prof. Dr. H.
Muhammadiyah Amin, M. Ag, Sekretaris Dirjen Bimas Islam Kemenag RI.
Halaqah ini dilhami dari temuan awal tahun 1977 oleh Prof. Dr. Hosien
Kamaluddin Ibrahim, seorang ilmuwan yang berasal dari Mesir yakni sebuah
penemuan yang cukup menggemparkan dunia yaitu tentang kota Mekah
sebagai pusat dunia. Kesimpulan tersebut diperoleh setelah dia melakukan
eksperimen dengan menggunakan perkiraan matematika dan kaidah spherical trigonometry (segitiga bola). Hosien menyimpulkan, kedudukan Makkah berada di tengah-tengah daratan bumi.
Temuan
tidak tidak sengaja ini berawal dari niat melakukan penelitian untuk
menemukan alat yang dapat membantu setiap orang di manapun berada untuk
dapat mengetahui arah kiblat. Dari sini justru menemukan bahwa kota
Makkah berada di tengah-tengah bumi. Sebagai tindak lanjut penemuan
tersebut, pada hari Sabtu, 19 April 2008 di Doha, Qatar, berlangsung
konferensi ilmiah yang mendiskusikan kemungkinan mengalihkan perhitungan
waktu yang sudah baku selama ini, dari Greenwich Meridian Time (GMT)
berganti menjadikan Makkah sebagai awal mula perhitungan waktu.
Konferensi ini dibuka oleh Dr. Yusuf Qardhawi dengan tema “Makkah
Sebagai Pusat Bumi, Antara Praktik dan Teori”, sebagai pembahas geolog
Mesir, Dr. Zaglur Najjar, dosen ilmu bumi di Wales University, Inggris;
dan saintis yang memelopori jam Makkah, Ir. Yaseen Shaok. Hasil
konferensi itu mengimbau umat Islam sedunia menjadikan Makkah –Ka‘bah
berada di 21 derajat 25 menit 25 detik lintang utara dan 39 derajat 49
menit 39 detik bujur timur– sebagai titik awal perhitungan waktu.
Alasannya sederhana, Makkah, menurut kajian ilmiah, adalah ‘pusat bumi’.
Belajar dari Sejarah Greenwich
Greenwich
yang selama ini dijadikan sebagai pusat perhitungan waktu atau yang
lebih dikenal dengan Greenwich Meridian Time (GMT) merupakan kota kecil
yang berada di Inggris. Alasan penetapan greenwich sebagai pusat waktu
adalah karena pada waktu itu Greenwich adalah sebuah kota pelabuhan yang
dijadikan pusat pelayaran bagi Inggris yang pada waktu merupakan negara
kolonial super power yang memiliki daerah jajahan terluas di dunia.
Sehingga wajar saja kota tersebut dijadikan sebagai titik awal mula
perhitungan waktu, apalagi yang menetapkan GMT adalah Inggris sendiri.
Dengan penetapan ini, monopoli Inggris dalam mewujudkan salah satu
ambisinya yaitu mencari kejayaan dengan menjadikan Greenwich sebagai
kiblat waktu sehingga seluruh negara di dunia akan mengenal Inggris.
Selanjutnya dengan keadaan yang sudah seperti itu, menjadi mudah bagi
Inggris untuk mengembangkan seluruh aspek yang mendukung terwujudnya
kejayaan, antara lain dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya,
pendidikan dan lain sebagainya.
Oleh
karena itu kota Makkah, yang dalam penelitian tersebut di atas
merupakan pusat bumi dan pusat kebudayaan, jika berkeinginan ditetapkan
sebagai titik nol meridian, untuk menggantikan Greenwich, kiranya perlu
langkah politik strategis Internasional yang harus dilakukan oleh umat
Islam dengan mengaca pada langkah-langkah dalam penetapan Greenwich
sebagai titik nol meridiam.
Pertimbangan Maslahah
Untuk
penentuan sebuah kota sebagai titik pusat awal mula perhitungan waktu,
perlu dilihat berbagai aspek yang mengelilinginya di antara aspek
objektif ilmiah dan aspek sosial kemasyarakatan atau yang lebih dikenal
dengan kemaslahatan dalam masyarakat. Jika melihat aspek keobjektif
ilmiahannya, memang Makkah lebih cocok dijadikan pusat waktu dunia
dibandingkan Greenwich. Walaupun sebenarnya, penetapan kota sebagai
pusat waktu dunia bisa di kota apa saja dan di mana saja, karena yang
dimaksud titik pusat waktu dunia adalah koordianat titik nol derajat
bujur. Hal ini berbeda dengan titik nol derajat lintang, yang berarti
titik tersebut harus benar-benar dilalui oleh lingkaran yang dilewati
oleh matahari ketika berkulminasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan
garis katulistiwa.
Namun
demikian, jika melihat aspek sosial kemasyarakatan yang telah mapan,
dinemukan beberapa masalah yang akan muncul dan perlu untuk
dipertimbangkan, seperti timbulnya kebingungan masyarakat sebagai akibat
perpindahan pusat waktu dunia tersebut. Karena selama ini masyarakat
sudah terbiasa dengan Greenwich sebagai pusat waktu dunia. Karena selama
ini seluruh kegiatan sosial dunia merujuk pada waktu Greenwich, Mulai
dari transaksi perekonomian, perhitungan waktu kegiatan, seluruhnya
merujuk perhitungan waktu Greenwich. Sehingga hal ini patut untuk
dipertimbangkan ketika sekelompok umat Islam menginginkan Makkah sebagai
pusat waktu dunia.
Di
samping, upaya menjadikan Makkah menggantikan Greenwich membutuhkan
perubahan peradaban dengan melakukan sosialisasi yang sangat besar
dengan cost yang tidak sedikit. Untuk itu, perlu dipertimbangkan
seberapa besar kemaslahatannya ataukah kemandhorotan yang akan timbul
dari perubahan GMT menjadi MMT. Dengan melihat aspek sosialnya,
penetapan Makkah sebagai titik awal waktu dunia belum begitu efektif
mengingat efek-efek yang akan ditimbulkan. Walaupun demikian, ada
kemungkinan keinginan umat Islam untuk menjadikan Makkah sebagai pusat
waktu dunia bisa terwujud, karena melihat bukti ilmiah yang telah
ditemukan.
Namun
demikian, dari perjalanan wacana MMT ini, menurut saya yang perlu
terlebih dahulu ditindaklanjuti secara konkrit dalam sebuah rekomendasi
adalah bagaimana merealisasikan niat awal penelitian Prof. Dr. Hosien
Kamaluddin Ibrahim yakni mewujudkan sebuah alat yang canggih yang berada
di jam Raksasa Makkah yang dapat menunjukkan arah menghadap kiblat
untuk komunitas muslim yang jauh dari Makkah, kiranya perlu direalisir
terlebih dahulu. Selanjutnya secara kontinu bersinambungan diadakan
halaqah internasional yang mengawal ide Mecca Mean Time (MMT) ini. Waallahu a’lam bishshawab.